TINJAUAN YURIDIS HAK WARIS DALAM PERKAWINAN ADAT BALI YANG BERBEDA KASTA DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG
Kata Kunci:
Adat Bali; Hak Waris; Perkawinan.Abstrak
A person who marries a different caste in an ordinary marriage according to Balinese customary law in Parigi Moutong Regency is still an heir because he does not leave the realm of his family and still carries out his rights and obligations as an heir. 2) A man who is determined as an heir who marries a different caste is no longer entitled to the heir because this man has married a different caste and left the realm of the family which is considered impossible to carry out obligations that are specifically religious and customary. The legal effect is that they are not entitled to receive the inheritance left by the testator, but the possibility of heirs who perform nyentana marriage will still get the inheritance.
ABSTRAK
Seorang yang melakukan perkawinan beda kasta dalam perkawinan biasa menurut hukum adat Bali di Kabupaten Parigi Moutong tetap berkedudukan sebagai ahli waris karena dia tidak keluar dari ranah keluarganya dan tetap menjalankan hak dan kewajibannya sebagai ahli waris. 2) Seorang laki-laki yang ditetapkan sebagai ahli waris yang melakukan perkawinan nyentana beda kasta tidak lagi berhak terhadap pewaris dikarenakan laki-laki ini telah melakukan perkawinan nyentana berbeda kasta dan keluar dari ranah keluarga yang dianggap tidak mungkin lagi melaksanakan kewajiban yang khususnya bersifat keagamaan dan adat. Akibat hukumnya adalah tidak berhak menerima harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris, tetapi kemungkinan ahli waris yang melakukan perkawinan nyentana akan tetap mendapatkan harta warisan.
Referensi
Buku
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan Dan Hukum Perdata / BW, Hidakarya Agung, Jakarta, 1981.
Boedi Abdullah, Perkawinan Dan Perceraian Keluarga Muslim, Pustaka Setia, Cetakan-1, Bandung, 2013.
Fuady M., Konsep Hukum Perdata, Ed-1, PT. Raja Gafindo Persada, Jakarta, 2014.
Haifa A. Jawad, Oteintitas Hak-Hak Perempuan: Perspektif Atas Kesetaraan Jender, Alih Bahasa Hudalloh Asmudi, Fajar Pustaka, Yogyakarta, 2002.
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2003.
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996.
Moch. Anwar, Fiqih Islam, PT. Al-Ma’Arif, Subang, 1980.
Muchsin, Hukum Islam dalam Perspektif dan Prospektif, Yayasan Al Ikhlas, Surabaya, 2003.
Saidus Syahar, Undang-Undang Perkawinan Dan Masalah Pelaksanannya Ditinjau Dari Segi Hukum Islam, Alumni, Bandung, 1976.
Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, UI-Press, Jakarta, 1974.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Sumber Lain
Nur Asia, “Status Kewarganegaraan Anak Yang lahir Dari Perkawinan Beda Kewarganegaraan (Telaah Wacana Gloria Natapradja Hamel),” Tadulako Master Law Journal 3, no. 1 (28 Februari 2019): 76–88. Diakses tanggal 02 Juni 2022.
Natasya Immanuela Sandjojo, “The Lawful Consequences of Birth Certificate on Children Abrogation,” Tadulako Law Review 2, no. 2 (31 Desember 2017): 199–220. Diakses tanggal 02 Juni 2022.